Kamis, 24 Juli 2014

LEGENDA AE BAMA

Sumber Air di Desa Bama atau disini dikenal sebagai AE BAMA, terletak sekitar 23 km arah barat kota Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur. Ae Bama merupakan sumber air utama yang menghidupi  desa Bama dan sekitarnya dan dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi ribuan penduduk kota Larantuka. Ada cerita rakyat (legenda) tentang Ae Bama.

Air Bama, mengalir tiada henti
Menurut yang empunya cerita...... 
Pada zaman dulu di kampung Onge (sekarang Desa Lewokluo Kec. Demon Pagong) tinggallah 2 orang bersudara yang orang tuanya telah meninggal dunia. Yang laki-laki bernama Bolok Jawa dan  yang wanita bernama Sabu Peni. Kedua bersaudara ini hidup rukun bersama warga desa lainnya; Bolok Jawa bekerja sebagai petani (berladang) dan menyadap lontar (tuak) sedangkan Sabu Peni sehari-hari menenun kain dan mengurus rumah tangga selayaknya wanita di kampung.

Saat itu, salah satu kesulitan di kampung Onge adalah kekurangan air, terutama di saat musim kemarau. Tidak jarang ada penduduk yang meninggal dunia akibat ketiadaan air.
Saat musim kemarau kaum wanita termasuk Sabu Peni, beramai-ramai memasuki hutan untuk mengumpulkan embun pagi yang tergenang di dedaunan.
Pada suatu pagi yang cerah, Sabu Peni memasuki hutan untuk mengumpulkan air dan dia ditemani seekor anjing piaraan milik saudaranya Bolok Jawa. Saat Sabu Peni sibuk mengerjakan pekerjaannya anjing tersebut menghilang dan saat kembali pulang ke kampung anjing tersebut kembali menemaninya. Namun Sabu Peni kaget melihat mulut dan jari-jari kaki anjing tersebut penuh dengan lumpur. Dalam hatinya Peni mengambil kesimpulan bahwa di suatu tempat terdapat sumber air.
Malam harinya Sabu Peni merencanakan agar besok dia kembali ke hutan bersama anjing tersebut.
Esok hari, pagi-pagi benar Sabu Peni mengajak anjng  itu kembali memasuki hutan. Di hutan anjing tersebut menghilang lagi dan saat kembali, mulut dan jari-jarinya penuh dengan lumpur. Maka Sabu Peni pun yakin  bahwa sang anjing telah menemukan sebuah sumber air.
Pada suatu hari Sabu Peni menganyam sebuah bakul kecil, diisi dengan abu dapur sampai penuh dan pada bagian bawahnya diberi lubang tempat abu tersebut tercecer. Malam harinya Sabu Peni tidak dapat tidur dengan pulas.. Dia membayangkan betapa bahagianya warga kampung bila rencananya berhasil, menemukan air sehingga dapat mengakhiri pekerjaan berat kaum wanita mengumpulkan sedikit embun setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan air mereka.
Pagi itu, Sabu Peni bangun pagi-pagi sekali, memanggil anjing yang biasa bersamanya ke hutan. Sampai di hutan diikatnya bakul berisi abu dapur di leher  anjing tersebut dan ia pun bekerja sebagaimana biasanya.Anjng pun menghilang ke dalam hutan. Saat ia akan kembali ke kampung, anjing pun datang dan Sabu Peni memeriksa dengan seksama, ternyata mulut dan jari bahkan badan anjing tersebut basah dan penuh lumpur bahkan abu dapur dalam bakul juga telah kosong.  Sabu Peni bergegas menyusuri bekas ceceran abu dapur ditemani anjing tersebut. Perjalanan amat jauh dan sangat melelahkan, melintasi hutan lebat, mendaki gunung dan menuruni lembah. Ia tak memikirkan bahaya yang dapat menimpanya, tujuannya hanya satu, menemukan sumber air.  Dia terus berjalan tak kenal lelah.
Saat hari menjelang tengah hari, sabu Peni tiba di suatu tempat (sekarang disebut Leto Behe). Anjing berlari mendahuluinya dan berhenti disuatu tempat sambil menggonggong seolah-olah memberi petunjuk kepada Sabu Peni. Sabu Peni menemukan daun-daun dan tanah yang basah dan berlumpur, lalu ia membersihkannya. Dikorek dan digalinya tanah yang basah dan berlumpur tersebut dengan sebatang kayu kering, dan lumpur basah itu semakin jernih dengan banyak air memenuhi lubang kecil. Sabu Peni sangat girang hatinya dapat menemukan sumber air . Ia meneguk air bersih sampai puas dan mengisi tempat airnya sampai penuh. Bahkan Sabu Peni mandi sampai puas. Pakaiannya sampai basah kuyup dan mencuci rambutnya yang panjang terutrai. Setelah puas bermain air, Sabu Peni pun kembali ke kampung ditemani sang anjing.

Bolok Jawa yang gelisah dan cemas mencari adiknya, betapa senangnya ketika meihat Sabu Peni, adiknya telah kembali ke kampung dengan selamat  bahkan kembali dengan membawa tempayan air yang sudah penuh. Sabu Peni menceritakan kepada Bolok Jaw tentang adanya sumber air di suatu tempat di hutan yang sangat jauh.
Berita itupun tersebar. Bolok Jawa mengumpulkan beberapa kawan prianya dan pergi menuju Leto Behe dan membersihkan sekitar sumber air untuk memudahkan saat mengambi air. Penduduk  kampung  Onge bergembira sejak saat itu. Sabu Peni disanjung-sanjung dan disayangi segenap warga desa. 
Ae Bama yang bening dan sejuk
Setelah sebulan lamanya, pada suatu malam Sabu Peni bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan seorang pria tampan dan gagah, sang pemuda itu menceritakan padanya bahwa dialah pemilik sumber air itu. Sang pemuda telah jatuh cinta padanya  sejak  melihatnya masuk ke hutan sampai ke Leto Behe. Sang Dewa Air (dalam bahasa Lamaholot disebut  Nitung), memberinya air  karena cintanya kepada gadis Sabu Peni, dan ia berjanji apabila Sabu Peni menerima cintanya, maka ia akan menjadikan sumber air itu menjadi besar dan deras, alirannya sampai ke laut dan tidak akan berkurang sepanjang masa.

Pagi harinya Sabu Peni menceritakan mimpinya kepada Bolok Jawa, namun anehnya Bolok Jawa pun berminpi yang sama dengan Sabu Peni. Sabu Peni ditanyai kesediaannya. Dan ternyata Sabu Peni sangat senang hatinya. Dia menerima tawaran sang Nitung asalkan warga kampung bisa mendapatkan sumber air untuk kehidupan warga. Sabu Peni menyetujuinya dan  Bolok Jawa pun merelakan adiknya untuk menjadi istri Sang Dewa Air (Nitung). Walaupun mereka mengetahui bahwa seorang  manusia akan meninggalkan dunia fana ini apabila Dewa/Nitung telah jatuh cinta kepadanya.

Setiap malam saat tidur, dalam mipinya, sa
ng Nitung  selalu datang. Sabu Peni selalu bertemu dengan Dewa Air. Dia menunjukan kehidupannya dikemudian hari setelah menikah dengannya. Kemewahan hidup sang Dewa Air dan keinginannya untuk membantu warga kempung terlepas dari penderitan akibat kekurangan air mendorong Sabu Peni untuk mengorbankan dirinya untuk segera menemui kehidupan yang baru.

Bolok Jawa merasa sangat tersiksa mengenang hari-hari kehidupannya dimasa depan tanpa saudarinya. Namun Sabu Peni menghiburnya dengan berkata bahwa Bolok Jawa akan dikaruniakan panjang umur dan bahagia di hari tuanya bersama istrinya. Sabu Peni pun memilih calon istri untuk kakaknya, seorang gadis yang rajin, anak saudara paman laki laki ibu mereka yang tercinta. Akhirnya Bolok Jawa pasrah. Bolok Jawa menyetujui adiknya Sabu Peni menikah dengan Dewa Air.

Pada hari yang telah ditetapkan, semua warga kampung berkumpul, dan  pada malam hari di adakan pesta yang sangat meriah. Keesokan harinya Sabu Peni berdandan dan semua warga desa bergerak dari kampung  Onge menuju  Leto Behe. Setibanya mereka di situ satu persatu mereka memeluk dan mencium Sabu Peni untuk terakhir kalinya karena Sabu Peni akan meninggalkan mereka kawin dengan sang Dewa Air. Para wanita menangis meratapinya, namum Sabu Peni tetap tegar dan tidak meneteskan air mata. Yang terakhir, berpamitan adalah saudara satu-satunya, sang kakak, Bolok Jawa yang selama hidupnya menjaga dan merawatnya. Mereka berpelukan cukup lama, semua yang ada di situ pun  turut menangis melihat perpisahan kedua anak yatim piatu itu. Sang kakak yang terlihat tegar pun tak bisa menahan deraian air mata. Sementara itu Sabu Peni berbisik di telinga Bolok Jawa, "apabila air telah naik menutupi wajah ku, sanggulku akan terlepas, rambut ku akan bertebaran di permukaan air, maka akan terdengar letusan yang amat dahsyat dan kalian semua akan berlari meninggalkan tempat ini, tetapi engkau janganlah takut, berdiri ditepi kali ini dan apa saja yang hanyut  terbawa air ke arah mu, ambillah dan bawalah ke rumah mu. Kedua nya berhenti menangis.

Hari telah siang , Sabu Peni meluruskan kakinya ke selatan dan tenang menantikan saat saat terakhir hidupnya.
Air mulai naik sampai akhirnya menutupi wajahnya. Sanggulnya pun terlepas dan rambutnya terurai bertebaran di atas permukaan air, maka terjadilah letusan yang sangat dahsyat, semua orang berlari berhamburan kembali ke kampung, namum Bolok Jawa masih tetap berdiri sendiri sambil menantikan apa yang di pesankan adiknya. Tak lama kemudian air menghayutkan sebatang kayu kering, seutas tali hutan dan beberapa daun kering kearahnya. Bolok Jawa mengambilnya  dan membawa pulang ke rumah sambil menangis. Setibanya di rumah, diletaknya di pondok tempat ia menyadap lontar. Namum keesokan harinya benda tak berharga itu berubah wujud menjadi sebatang gading besar dan panjang, seutas rantai emas dan keping-keping uang perak. Bolok Jawa mengambil benda itu dan menyimpannya di rumahnya. Segenap warga kampung datang melihat benda-benda berharga yang diyakini merupakan “mahar/mas kawin” atau “ belis” Sabu Peni yang diberikan oleh suaminya, Dewa Air Leto Behe.Dan sejak saat itu pun sumber air Leto Behe semakin deras dan terus mengalir tiada henti membentuk sungai yang mengalir sampai ke laut

Saat musim berkebun tiba, Bolok Jawa memilih membuka kebun dekat lokasi sumber air Leto Behe. Di kala musim jagung muda tiba babi ladang masuk ke ladangnya dan memakan jagungnya, hatinya sangat sedih, Bolok Jawa memutuskan memasang jerat. Keesokkan paginya seekor landak jantan berhasil di tangkapnya, hatinya sangat lega dan puas. Landak tersebut dimasak dan d santapnya sampai habis.

Beberapa hari kemudian menjelang sore terdengar dari kejauhan  ada  suara bayi menangis. Bolok Jawa mendekati sumber suara yang berasal dari arah Leto Bele. Sampai disana terdengar suara mengatakan  “Wahai saudaraku Bolok Jawa, begitu tega engkau menangkap binatang peliharaan kami tanpa seizin kami”. Suara itu mirip skekali dengan suara Sabu Peni.  Suaranya terdengar jelas datangnya dari arah batu besar dekat sumber air. Bolok Jawa pun memanggil,  katanya “Sabu Peni adikku, aku sudah di sini bagaimana aku dapat bertemu dengan engkau dan suamimu?”  Sabu Peni menjawab: “suamiku sedang memancing, tetapi aku mau bertemu denganmu,  pejamkan matamu sejenak”.  Bolok Jawa pun menurutinya. Beberapa saat kemudian, saat membuka matanya ternyata ia sudah berada di sebuah rumah yang mewah. Bolok Jawa di persilahkan masuk, keduanya bercerita kehidupan masing masing. Sabu Peni menceritakan kehidupan manusia dengan roh halus seperti dirinya, Sabu Peni mengatakan bahwa landak yang di tangkap itu adalah ayam piaraannya. Kesempatan baik itu digunakan Sabu Peni untuk menunjukan harta suaminya, ternyata suaminya dulunya adalah seorang pemimpin di kampungnya dan semua warga sangat segan dan patuh kepadanya. Kemudian Sabu Peni berkata “jikalau suami ku pulang pasti dia sangat gembira dan akan menyedikan makan bagimu. Tapi, janganlah engkau makan sebelum cincin di jari manis di tangan kanannya di serahkan kepada mu. Semua harta itu tidak akan kekal tapi cincin itu akan kamu miliki secara turun temurun, simpanlah bersama gading, rantai emas dan uang perak sebagai kenangan kita berdua”.


Hari sudah siang, suaminya kembali, segera Sabu Peni menyampaikan berita kunjungan kakaknya. Dewa Air sangat senag, malam harinya di adakan pesta, namum dikala santap bersama tiba, Dewa Air mempersilakan iparnya makan. Bolok Jawa menolaknya sampai beberapa kali, akhirnya Dewa Air memohon agar Bolok Jawa meminta apa saja yang ingin di perolehnya. Bolok Jawa meminta cincin permata di jari manis Dewa Air. Dewa Air membukanya lalu mengenakan di jari manis Bolok Jawa, kemudian mereka bersantap bersama. Menjelang pagi Sabu Peni dan suaminya mengantarkan Bolok Jawa di depan pintu masuk perkarangan rumah. Setelah berpamitan mereka berpisah untuk selama lamanya. Dewa Air meminta Bolok Jawa memejamkan matanya, seelah dibuka ternyata dirinya berada di tepi sumber air Leto Behe. Cincin yang di bawanya kemudian di simpan bersama gading, rantai emas dan uang perak di rumahnya.
Menurut cerita, gading, rantai emas dan uang perak serta cincin milik Bolok Jawa, sampai sekarang oleh keturunannya masih tersimpan di rumah adat di kampung Lewokluok.

Terlepas dari cerita rakyat tersebut, saat ini Ae Bama merupakan salah satu tempat pilihan bagi warga Larantuka untuk rekreasi. Pada akhir pekan atau hari libur banyak warga kota Larantuka yang menuju Bama untuk sekedar  mandi2 di aliran sungai yang bertanga-tangga kecil ataupun mencuci pakaian, mobil dan dll. Beberapa warga memanfaat air bama untuk mengairi sawah. 

Sedikit sawah di sekitar Ae Bama


Tidak ketinggalan, bagi para fotografer, Bama juga merupakan salah satu spot favorit untuk foto-foto....
Udi Sakan, mengambil gambar di skitar Ae Bama
Bila ada waktudan kesempatan, marilah rekreasi ke Ae Bama....

Jumat, 18 Juli 2014

Pulau Pasir "Dreamland", Mekko, Adonara, Nusa Tenggara Timur

Salah satu fenomena alam yang terjadi di lautan adalah terbentuknya tumpukan pasir (pasir timbul/pulau pasir) di tengah laut. Saat air laut pasang naik biasanya pulau pasir tersebut akan tenggelam (tidak terlihat di permukaan) dan baru terlihat saat air laut pasang surut. Dan salah satu “pasir timbul” yg dapat dikunjungi adalah di laut depan kampung Mekko, di timur pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur. 


Suatu hari saya diajak oleh salah seorang guru SM3T asal Manado (Natalia “Tata” Sege) yang bertugas di Kecamatan Witihama, Adonara untuk berkunjung ke tempat tersebut.
Dari Larantuka, saya menyeberang dengan perahu motor kecil dengan biaya  Rp.40.000 utk orang yang membawa sepeda motor (orang tanpa kendaraan tarif hanya Rp5.000/penumpang). Hanya  memakan waktu 5 menit  saya sudah berada di pelabuhan rakyat Tanah Merah di Adonara. Sekanjutnya saya menempuh perjalanan darat dari Tanam Merah menuju desa Pledo di kecamatan Witihama, sejauh + 50 km selama 1 jam dengan kondisi jalan sebagian besar aspal yang terpelihara baik dan di beberapa lokasi  jalan agak rusak. Setelah bertemu dengan Tata, dan dia juga mengajak seorang penduduk lokal, pak Philip Tara (Papi), kami  bertiga pun menuju ke Mekko, satu perkampungan orang Bajo yang mendiami pesisir pantai di ujung timur pulau Adonara.

Kampung nelayan Mekko


Perjalanan dari Pledo ke Mekko cukup jauh dan harus melewati jalan semenisasi, jalan tanah dan jalan setapak. Beberapa jalan sangat berdebu dan kadang berbatu-batu. Seringkali kami harus bertanya-tanya pada penduduk yang ditemui dijalan. Ada banyak persimpangan jalan setapak yang kadang membuat kami bingung dan mengandalkan “feeling so good” namun terkadang jalan yang kami lalui benar dan kadang salah sehingga harus berbalik ke arah semula dan mengambil jalan baru.  Namun dalam perjalanan ini kami dapat melihat pemandangan alam yang sangat indah.. bukit dan padang savana dan terlihat ternak kuda yg sedang merumput.
bukit dengan padang savana

padang savana dengan ternak kuda yang sedang merumput
 Bahkan kadang kami harus melewati tepi areal hutan bakau.
pantai dengan panorama hutan bakau dan bukit savana
Setelah sekitar 1 jam berjalan akhirnya kami pun tiba di Kampung Mekko. Suatu perkampungan nelayan yang penduduknya sebagian besar dari suku Bajo, Sulawesi.
Dengan menyewa kapal nelayan kecil dengan biaya Rp 100.000,- kami bertiga dengan diantar oleh 3 orang nelayan  yang adalah pemuda di kampung tersebut kami menuju pulau pasir di tengah laut. Kurang lebih 20 menit kami pun mendekati pulau pasir tersebut.  Tampak gundukan pasir yg timbul di tengah laut, seluas lapngan sepak bola namun bentuknya agak memanjang dan melengkung, pasirnya putih bersih. Dan di atasnya terlihat banyak burung camar bermain dan beterbangan. Wow.... bagaikan sebuah DREAMLAND... negeri impian.. alias hanya di mimpi2.....hehehe...

gundukan pasir (pulau pasir) di tengah laut
terlihat bayak burung camar yang bermain dan beterbangan di atas pulau pasir


Setelah dengan perahu berputar mengelilingi pulau pasir tersebut kami pun melabuhkan perahu dan kami pun mendarat  di pulau pasir.  Berasa seperti menginjakkan kaki di planet lain.... hehehe...

perahu yang mengantar kami ke pulau pasir

Kami berjalan menyusuri pasir dan bermain2 meniikmati indahnya pulau pasir; bermain air laut yang bening dan melihat pemandangan sekitarnya. Tentunya tidak lupa kami mengabadikan  momen2 spesial kami di pulau pasir dengan foto2 narsis... hehehe.. 

pulau pasir Mekko yang indah, dengan pasir putih dan air laut yang bening

pasir putih yang lembut, bersih dan air laut yang bening dan hangat...

cieee... tidak lupa foto-foto narsis

jjiiihaaaa.... aku melayang....

the girl and her footprints...
Di kejauahan terlihat dua pulau kecil yang diberi nama Watan Peni. Menurut nelayan yang mengantar kami ke pulau pasir, pulau itu mempunyai legenda tersendiri namun dilarang untuk dipublikasikan atau diceritakan karena dapat menyinggung perasaan salah satu rumpun keluarga/suku di pulau Adonara... (saya penasaran juga tentang ceritanya seperti apa..).  Juga terdapat 2 pulau lain dan yang satunya diberi nama pulau kelelawar karena terdapat banyak sekali kelelawar yg menjadikan pulau tsb sebagai rumahnya... Sayangnya kami tidak sempat berkunjung ke pulau Watan Peni dan pulau kelelawar, hanya dapat melihatnya dari kejauhan.

pulau Watan peni, yang punya legenda tersendiri.
(jika air laut surut kedua pulau ini menjadi bersambung)
Setelah kurang lebih 2 jam berada di pulau pasir, kami pun kembali ke Mekko dengan sambil menikmati panorama sunset yang sungguh indah. Dan saya pun kembali ke rumah saya di Larantuka..
Perjalanan kali ini cukup melelahkan namun terbayarkan oleh pemandangan alam dan fenomena pulau pasir yang sangat menakjubkan... Sungguh pengalaman perjalanan yang sangat menyenangkan...
Ingin suatu saat kesana lagi...


                 Ayo.... mari berkunjung ke pulau pasir, di Adonara, Nusa Tenggara Timur.. dan rasakan sensasinya...... dijamin...!!!...
               






Kamis, 05 Juni 2014

Pantai WATOTENA, the Hidden paradise in Adonara island, NTT

Senang juga mendapat tugas dari kantor untuk ke Kecamatan Adonara Timur.  Dalam benak saya, langsung beriktiar, setelah tugas selesai saya akan mengunjungi pantai Watotena, sebuah pantai yg cukup indah di selatan pulau Adonara. Kai ini berarti yang ketiga kalinya saya akan mengunjungi pantai yang indah, banyak yang bilang sebagai "the Hidden Paradise" alias.."surga yang tersembunyi"
Sekitar jam 8 pagi, dengan Honda Versa plat merah.. saya sudah berada di pelabuhan Larantuka untuk kemudian dengan perahu motor kecil yang memuat sekitar sepuluh orang ditambah 6 buah sepeda motor, kami pun berlayar menyebrang ke pulau Adonara . Setiap penumpang yang membawa sepeda motor dikenakan tarif Rp 20.000.-.
Tidak lama memang... dg jarak tempuh cuma 15 menit dan kebetulan laut pun sedang tenang.. kami  "sandar" di dermaga Tobilota... 
Dari Tobilota jika kita mengarahkan pandangan ke arah utara, terlihat kota Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur di ujung pulau Flores,  yg berada di bawah kaki gunung Ile Mandiri. 
Kota Larantuka, "my hometown" .... di bawak kaki gunung Ile Mandiri
Selanjutnya bersama teman kantor, pak Martin Bali Masan.. kami melanjutkan perjalanan menyusuri sepanjang pantai dan bukit di ujung barat pulau Adonara ke arah selatan dan timur puau Adoanara menuju Waiwerang, kota Kecamatan Adonara Timur. Harus ekstra hati-hati memang menyusri jalan ini.. karena kondisi jalan benar-benar memprihatinkan.. di sana-sini jalan berlubang.. bagian-bagian aspal sudah banyak yang rusak dan berlubang.. sepertinya kondisi ini sudah sejak 10 tahun terakhir tdak ada pemeliharaan.. hanya mungkin sekitar 10% bagian ruas jalan yang agak baik  karena baru diperbaiki.
Dan jam 10 pagi pun kami tiba di kantor camat.. Sekitar 3 jam kami menyelesaikan kegiatan di kantor camat . Setelah makan siang di warung padang, saya bersama teman yang  juga penduduk asli Adonara, menuju pantai Watotena. Dua tahun sebelumnya saya pun pernah ke pantai ini. Dan karena keindahannya itu saya ingin mengunjunginya lagi. Setelah menempuh jarak  6 km ke arah timur dari Waiwerang kami pun sampai di kawasan Nihaone Desa Bedalewun Kecamatan Ile Boleng... untuk menuju ke pantai, dari jalan utama kami harus “masuk  agak ke dalam” sekitar 2 km dengan kondisi jalan yang belum bagus.. jalan tanah dan di bagian-bagian tertentu di-semenisasi.. Jalan ini pun secara swadaya dibuat oleh warga desa.
Begitu memasuki kawasan pantai Watotena terlihat ada beberapa “gazebo” yang dalam bahasa lokal di sebut “oring” yang sudah tua dan tidak terawat. Beberapa Oring digunakan utk berjualan makanan ringan oleh penduduk setempat tetapi hanya di hari libur/minggu saat banyak pengunjung. Di hari biasa/ hari kerja seperti saat mengunjungi pantai ini, dibiarkan kosong.
Jalan menunju pantai Watotena, dari jalan utama yang beraspal,
sekitar 2 km ke arah pantai masih berupa jalan tanah dan semenisasi
Watotena sendiri memiliki pantai berpasir putih.. Pasir putih di pantai ini begitu halus, bersih dan hampir tidak ada sampah karena memang pantai ini hanya ramai pengunjung di hari libur saja. Air lautnya bersih bening seperti tanpa kaca.. (hehehe.. seperti iklan sabun cuci saja..). 
Begitu melihat airnya yang bening dan di bagian bibir pantainya berwarna tosca, sangat menggoda iman untuk langsung nyeburr apalgi saat saya kesana matahari bersinar cukup terik dan lumayan gerah......  sayangnya saat berkunjung saya memakai pakaian dinas dan tidak membawa pakaian ganti...  Jadi hanya cukup puas-puasin mata memandang dan jeprat-jepret mengabadikan keindahan “hidden paradise” ini...
Pantai Watotena dengan pasir putih yang halus dan bersih serta air laut yg bening berwarna tosca dan biru
Pantai Watotena, sebuah "hidden paradise".... pantai berpasir putih diantara batuan cadas...
Beberapa bagian pantai dipisahkan oleh formasi batuan karang berwarna hitam dan agak cadas/tajam, dan batu-batu tersebut terlihat membentuk formasi yang indah. Ada yang bilang mungkin itu batuan magma dr letusan gunung api Ile Boleng ratusan tahun yang lalu...  Namun ada bagian batu tertentu yang  menurut warga setempat sebenarnya adalah kapal  yang dulu terdampar dan telah membatu (sehingga disebut Wato Tena = batu kapal), demikian pula batu-batu kecil di sekitarnya diyakini sebagai  jelaman dr awak kapal yg telah membatu. Kejadian mistik ini  diceritakan turun temurun dalam versi yang berbeda-beda. 
Sayangnya saya tidak dapat informasi yang cukup banyak tentang cerita atau legenda Watotena.  Kalau dilihat sepintas sepertinya formasi batuan dlam foto dibawah ini seperti bekas2 bentuk kapal.
Batu karang yang diyakini sebagai bekas kapal yg telah membatu....
sehingga pantai ini disebut Watotena  (Wato=batu dan tena=kapal)
Formasi batu-batuan di pantai Watotena. Ada yg bilang ini merupakan batu magma yg berasal dr letusan gunung Ile Boleng ratusan lalu, ada juga yg bilang sebagai awak kapal (wato tena) yang sudah membatu 

Batu-batu karang di sekitar pantai Watotena..
Kesunyian,  suara deru ombak yang tidak terlalu besar dan birunya lautan  serta kita bisa melihat dua pulau lain (pulau Solor dan pulau Lembata) di kejauhan sana,  berasa seakan kita berada di pulau pribadi dan kitalah satu-satunya yg ada di pulau ini... (yang lain kontrak tapi sedang pulang kampung... hehehe...).  

Sempat terlintas untuk sekedar menikmati alam bawah lautnya,  melihat keindahan terumbu karang didalamnya, namun sayang tampaknya ada nelayan yg sesekali melakukan aktifitas  pemboman ikan sehingga   merusak ekosistem dan terumbu karang di pantai yang indah ini. Padahal, bila saja terumbu karang terpelihara dengan baik, bisa merupakan salah satu jenis wisata yg bisa ditawarkan selain pantai pasir putihya yang indah..



Airnya yg bening cukup menggoda untuk snorkeling...
namun sayang spot-nya sangat terbatas
Setelah sekitar 1 jam meikmati pesona Watotena, saya pun meninggalkan pantai ini...
Berharap.... saya akan kembali lagi ke sini untuk mandi, snorkeling, mungkin juga mancing.. dan tentunya jeprat-jepret... Semoga saya bisa abadikan momen sunrise / sunset di pantai Watotena..

Dan...walaupun perjalanan pulang harus kembali menyusuri jalan yang kurang bagus... namun seolah tak terasa karena disguhi pemandangan indah gunung api Ile Boleng yang berdiri kokoh di kejauhan sana...



Sebagian jalan masuk ke pantai Watotena masih berupa jalan tanah..
namun kita seakan lupa kondisi ini dengan menyaksikan gagahnya gunung api Ile Boleng 

Untuk pulang ke rumah di Larantuka, saya tidak perlu kembali menyusuri jalan yang semula dilalui waktu datang; cukup menuju pelabuhan Waiweran kemudian menumpng kapal motor kayu; duduk manis selama atau tidur-tiduran di bangku panjang yang tersedia dan 1,5 jam kemudian sdh tiba di Larantuka... Selama pelayaran kita juga disuguhi pemandangan indah sepanjang selat Solor, selat sempit antara pulau Solor, Adonara dan Flores...



Dari anjungan kapal kita bisa menikmati Panorama alam laut Flores yang indah 
 selama pelayaran menyusuri selat Solor...
So..... ayo ke Watotena, "The Hidden Paradise" di pulau Adoanara, NTT.. dan nikmati sensasi lain dalam traveling anda....
Info tambahan: 
untuk sampai ke Watotena,  kalo starting pointnya dari Denpasar (Bali), bisa melalui rute berikut:
a.       Denpasar – Maumere (Pesawat) lalu Maumere-Larantuka (jalan darat dg mobil travel/bis umum atau sepeda motor), lalu dari Larantuka dengan kapal laut dan sepeda motor ke Adonara (Watotena)
b.       Denpasar – Kupang - Larantuka (pesawat) selanjutnya Larantuka – Adonara seperti rute di atas..

Jadi... tunggu apalagi.... pastikan anda agendakan utk traveling ke Watotena, "The Hidden Paradise"


.



Senin, 14 April 2014

Prosesi Semana Santa di Larantuka


Larantuka, atau Tana Nagi dikenal dengan nama 'Kota Reinha' merupakan salah satu kota pusat pengembangan agama Katolik di wilayah timur Nusantara, tepatnya di wilayah Kabupaten Flores Timur-NTT. Kota Larantuka terletak di ujung timur pulau Flores di kaki gunung Ile Mandiri.


Kota Larantuka di kaki gunung Ile Mandiri

Salah satu ritual agama yang terus dilakukan tiap tahun hingga saat ini adalah penghayatan agama seputar "Semana Santa" dan Prosesi Jumad Agung. Ritual tersebut merupakan suatu masa persiapan hati seluruh umat Katolik secara tapa, silih dan tobat atas semua salah dan dosa, serta suatu devosi rasa syukur atas berkat dan kemurahan Tuhan yang diterima umat dari masa ke masa dalam setiap kehidupannya. Doa yang didaraskan, maupun lagu yang dinyanyikan selama masa ini menggunakan bahasa Portugis / Latin.

Semana Santa adalah istilah orang nagi Larantuka mengenai masa menjelang hari raya Paskah yang diwarnai dengan kegiatan doa bersama (mengaji) pada kapela-kapela (tori) dan dilaksanakan selama pekan-pekan suci. Orang nagi Larantuka memaknai masa Semana Santa sebagai masa permenungan, tapa, sili dosa dan tobat.


Rabu Trewa

Pada hari ini selain doa dan mengaji di kapela-kapela, pada sore hari diadakan lamentasi (Ratapan Nabi Yeremia) di gereja Katedral. Lamentasi dilakukan menurut ritus Romawi jaman dahulu. Pada saat ini, Larantuka menjadi "Kota berkabung"; sunyi senyap, tenang, jauh dari hingar binger, konsentrasi pada kesucian batin dan kebersihan hidup.


Kamis Putih

Siang hari di " Larantuka yang hening mencekam" dilakukan kegiatan "tikan turo" (menanam tiang-tiang lilin) pada sepanjang jalan raya yang menjadi rute prosesi. Tugas ini dilakukan oleh para mardomu sesuai "promesa-nya" (nasarnya). Aktivitas pada kapela Tuan Ma berlangsung dengan upacara "Muda Tuan" (upacara pembukaan peti yang selama satu tahun ditutup) oleh petugas Confreria yang telah diangkat melalui sumpah.

Selanjutnya Arca Tuan Ma dibersihkan dan dimandikan kemudian dilengkapi dengan busana perkabungan, sehelai mantel beludru biru. Setelah itu kesempatan diberikan kepada umat untuk berdoa, menyembah, bersujud mohon berkat dan rahmat, kiranya permohonannya dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum). Pintu kapela Tuan Ma dan Tuan Ana baru dibuka pada pagi pukul 10.00.

Sesuai tradisi,  Raja keturunan Diaz Viera Godinho yang membuka pintu kapela. Sesudah dibuka baru dimulai kegiatan pengecupan Tuan Ma dan Tuan Ana (Cium Tuan) yang berlangsung dalam suasana hening dan sakral.


Jumat Agung

Prosesi Jumat Agung merupakan perarakan menghantar jenasah Yesus Kristus yang memaknai Yesus sebagai inti sedangkan Bunda Maria adalah pusat perhatian, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa).Pada hari Jumad pagi sekitar pukul 10.00 wita, ritus Tuan Meninu dari Kota Rewido digelar. Setelah berdoa di kapela, Tuan Meninu diarak lewat laut dengan acara yang semarak nan sakral. Prosesi laut melawan arus ini berakhir di Pante Kuce, depan istana Raja dan selanjutnya diarak untuk ditakhtakan pada armida Tuan Meninu di Pohon Sirih

Peti Tuan Meninu di bawa dr Kapela Tuan Meninu menuju Pledang untuk selanjutnya diarak dalam Prosesi Laut


Tuan Meninu dalam Pledang (perahu tradisional dlm prosesi laut


Peti Tuan Meninu dihantar dr Kapela Tuan Meninu menju ke Pledang (perahu tradisional) untuk selanjutnya dilakukan perarakan -Prosesi laut menuju Armida Pohon Siri
.Setelah itu Arca Tuan Ma pun diarak dari kapela-Nya menuju Gereja Kathedral. Pada sore hari pukul 15.00, patung Tuan Missericordia juga diarak dari kapela Missericordia Pante Besar menuju armidanya di Pohon Sirih.





Barisan Confreria dalam perarakan Tuan Ma menuju Katedral 

Patung Tuan Ma



Kemudian Peti berisi Tuan Ana akan dikeluarkan dari Kapela Tuan Ana dan bersama-sama dengan Arca Tuan Ma diarakmenuju Katedral untuk kemudian diarak pada saat Prosesi di Jumat Agung pada malam hari.







Peti Tuan Ana dikeuarkan dari Kapela Tuan Ana  dan
bersama-sama dengan Arca Tuan Ma dihantar ke Katedral

Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi kota Larantuka menyinggahi 8 buah perhentian (armada) yakni : (1) Armida Missericordia, (2) Armida Tuan Meninu (armada kota), (3) Armida St. Philipus, (4) Armida Tuan Trewa, (5) Armida Pantekebi, (6) Armida St. Antonius, (7) Armida Kuce Armida, dan (8) Armida Desa Lohayong. Urutan armada ini menggambarkan seluruh kehidupan Yesus Kristus mulai dari ke AllahNya (Missericordia), kehidupan manusiaNya dari masa Bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaanNya sambil menghirup dengan tabah dan sabar seluruh isi piala penderitaan sekaligus piala keselamatan umat manusia.



Lakademu (berbaju putih dengan tpi kerucut warna merah) 
mengusung Peti Tuan Ana dalam Prosesi Jumat Agung.



Barisam Imam dalam dalam  Prosesi Jumat AGung


Sabtu Santo
Pada pagi hari umat mengarak kembali Tuan Ma dan Tuan Ana dari Gereja Kathedral untuk disemayamkan di kapelanya masing-masing. Pun juga patung Tuan Missericordia dan Tuan Meninu diarak dari armidanya kembali ke kapelanya.

Minggu Paskah
Pada hari Minggu Paskah terjadi upacara Ekaristi Paskah di Gereja, sedangkan sorenya umat bersama irmau dan pesadu Confreria menghantar patung Maria Alleluya dari kapela Pantekebis ke Gereja Kathedral untuk disemayamkan selama upacara ekaristi.

Selesai perayaan ekaristi, patung Maria Alleluya diarak kembali ke kapela Pantekebis; setelah pentakhtaan patung Maria Alleluyah, dilakukan acara "sera punto dama" dari para mardomu pintu Tuan Ma dan Tuan Ana yang lama kepada yang baru. Acara "sera punto dama" juga dilakukan di Kapela Missericordia Pante Besar setelah mengaji Alleluyah selesai.

Dengan demikian, berakhirlah prosesi suci yang panjang; Semana Santa dengan Sesta vera sebagai mahkotanya. Sebagai budaya sakral warisan Portugis, ritus suci digelar juga di Konga dan Wureh.



Hingga saat ini, tradisi tersebut terus dilaksanakan. Bahkan pelaksanaannya tidak saja dihadiri oleh masyarakat atau umat setempat. Masyarakat domestik dari berbagai daerah dan para peziarah ataupun wisatwandari luar negeri pun turut hadir dalam perayaan Semana Santa dan Sesta Vera tersebut. 

Selasa, 01 April 2014

Senja di Kawaliwu, Larantuka, Flores

Entah terinspirasi oleh apa.. tiba2 setelah kutinggalkan 5 tahun lamanya.. iseng2 kubuka lagi Blog-ku... dan memang saya tdk begitu senang dan tdk tau menulis yg baik di Blog. So, kucoba coretan kecil ini. tentang keindahan senja di Kawaliwu, sebuah desa di utara kota Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, NTT.

Sore itu dengan semangat '45, saya mantapkan tekad untuk menuju ke salah satu desa di bagian utara kota Larantuka, Kawaliwu namanya, hanya dalam waktu 45 menit dan melewati jalan yg setengahnya aspal hotmix dan setengahnya jalan aspal tapi sudah lubang2... akhirnya sampe juga di tempat tujuan...
Tiba disana, ternyata sang mentari pun masih bersinar terang.. artinya masih cukup waktu dan tepat juga perhitunganku untuk datang ke tempat ini untuk menyaksikan dan mengabadikan sang surya kembali ke peraduannya... 

Memasuki desa tersebut dan tiba di pantai.. tampak nyiur melambai... pohon2 kelapa yg menjulang tinggi  ... khas pantai2 di utara Larantuka...

Pantai Kawaliwu yang indah dengan air laut yang tenang sangat cocok untuk tempat melepas lelah dari kepenatan seharian bekerja... 
Kususuri pantai yang indah, dan tiba di sebuah sumur... Aneh memang, di tepi pantai ada sumur dengan air tawar.. tempat masyarakat desa mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk mencuci, mandi dan kebutuhan lainnya... 
Kawaliwu.. adalah tempat favorit untuk menyaksikan keindahan matahari terbenam.. saat sang surya kembali ke peraduannya... 
keindahan Sunset di Kawaliwu sungguh luar biasa..



So.... kalo sempat.. datanglah.. ke Kawaliwu...