Sabtu, 18 Juli 2009

Prosesi Tuan Ma dan Tuan Meninu di Larantuka-Flores Timur

Larantuka, adalah ibu kota kabupaten Flores Timur di provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Larantuka menjadi pusat perhatian setiap hari hari wafat Yesus Kristus. yang dikenal sebagai Hari Jumat Agung. Pada hari ini, Larantuka menjadi sangat unik jika dibandingkan dengan kota-kota maupun tempat lainnya yang beragama Katolik.
Di hari Jumad Agung, kota Larantuka menjadi pusat perhatian. Sebuah prosesi dengan nuansa khas Portugis di abad 14 dan 15 masih kental diwarisi di kota ini. Bila kita berkunjung ke kota ini maka kita akan menemukan nuansa khas Katolik yang terus bertumbuh secara dinamis. Patung-patung dan kapela-kapela mudah ditemukan di kota ini.
Salah satu patung yang menjadi perhatian di hari Jumad Agung adalah Patung Tuan Mater Dolorosa. Patung ini sepanjang tahun disemayamkan di tempat khusus di Kapela Tuan Ma. Patung di Kapela ini akan dikeluarkan dari tempatnya dan disemayamkan di ruang tengah kapela untuk diziarahi oleh umat. Pada malam harinya, patung Mater Dolorosa diarak keliling kota di atas sebuah tandu. Patung berpakaian biru agung ini menyinggahi delapan perhentian (armida).
Pada siang hari sebelum patung Mater Dolorosa keluar dari Kapela menuju Gereja Katedral di jantung kota Larantuka, sebuah prosesi laut yang diikuti puluhan bahkan mencapai angka seratus perahu dan kapal. Umat berjejal di laut maupun di sepanjang pantai untuk mengikuti prosesi itu. Patung yang diarak melalui jalan laut ini adalah patung Tuan Menino (patung kanak-kanak Yesus). Menjadi sebuah momentum sakral sekaligus menarik bagi para peziarah.

Minggu, 28 Juni 2009

Wisata Semana Santa di Kota Reinha-Larantuka

Larantuka, sebuah kota yang juga dikenal dengan nama 'Kota Reinha' atau 'Tana Nagi' merupakan salah satu kota pusat pengembangan agama Katolik di wilayah timur Nusantara, tepatnya di wilayah Kabupaten Flores Timur-NTT. Selama empat abad lebih telah mewarisi tradisi keagamaan melalui peranan kaum awam (non klerus) pada masa silam. Pengembangan agama tersebut tidak lepas dari peranan para Raja Larantuka, para misionaris, peranan perkumpulan persaudaraan rasul awam (confreria), dan peranan semua Suku Semana serta perananan para Kakang (Kakang Lewo Pulo) dan para Pou (Suku Lema).
Contoh ritual yang terus dilakukan tiap tahun hingga saat ini adalah penghayatan agama popular seputar "Semana Santa" dan Prosesi Jumad Agung atau "Sesta Vera". Kedua ritual ini dikenal sebagai "anak sejarah nagi" juga sebagai 'gembala tradisi' di tana nagi-Larantuka. Ritual tersebut merupakan suatu masa persiapan hati seluruh umat Katolik secara tapa, silih dan tobat atas semua salah dan dosa, serta suatu devosi rasa syukur atas berkat dan kemurahan Tuhan yang diterima umat dari masa ke masa dalam setiap kehidupannya. Doa yang didaraskan, pun lagu yang dinyanyikan selama masa ini menggunakan bahasa Portugis / Latin.

Semana Santa adalah istilah orang nagi Larantuka mengenai masa puasa 40 hari menjelang hari raya Paskah yang diwarnai dengan kegiatan doa bersama (mengaji) pada kapela-kapela (tori) dan dilaksanakan selama pekan-pekan suci. Doa bersama Semana Santa diawali pada hari Rabu Abu (permulaan masa puasa) sampai dengan hari Rabu Trewa. Orang nagi Larantuka memaknai masa Semana Santa sebagai masa permenungan, tapa, sili dosa dan tobat.

Rabu Trewa
Pada hari ini selain doa dan mengaji di kapela-kapela, pada sore hari diadakan lamentasi (Ratapan Nabi Yeremia) di gereja Katedral. Lamentasi dilakukan menurut ritus Romawi jaman dahulu. Pada saat ini, Larantuka menjadi "Kota berkabung"; sunyi senyap, tenang, jauh dari hingar binger, konsentrasi pada kesucian batin dan kebersihan hidup.

Kamis Putih
Siang hari di " Larantuka yang hening mencekam" dilakukan kegiatan "tikan turo" (menanam tiang-tiang lilin) pada sepanjang jalan raya yang menjadi rute prosesi. Tugas ini dilakukan oleh para mardomu sesuai "promesa-nya" (nasarnya). Aktivitas pada kapela Tuan Ma berlangsung dengan upacara "Muda Tuan" (upacara pembukaan peti yang selama satu tahun ditutup) oleh petugas Confreria yang telah diangkat melalui sumpah.

Selanjutnya Arca Tuan Ma dibersihkan dan dimandikan kemudian dilengkapi dengan busana perkabungan, sehelai mantel warna hitam, ungu atau beludru biru. Setelah itu kesempatan diberikan kepada umat untuk berdoa, menyembah, bersujud mohon berkat dan rahmat, kiranya permohonannya dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum). Pintu kapela Tuan Ma dan Tuan Ana baru dibuka pada pagi pukul 10.00.

Sesuai tradisi,  Raja keturunan Diaz Viera Godinho yang membuka pintu kapela. Sesudah dibuka baru dimulai kegiatan pengecupan Tuan Ma dan Tuan Ana (Cium Tuan) yang berlangsung dalam suasana hening dan sakral.

Jumat Agung
Prosesi Jumat Agung merupakan perarakan menghantar jenasah Yesus Kristus yang memaknai Yesus sebagai inti sedangkan Bunda Maria adalah pusat perhatian, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa).

Pada hari Jumad pagi sekitar pukul 10.00 wita, ritus Tuan Meninu dari Kota Rewido digelar. Setelah berdoa di kapela, Tuan Meninu diarak lewat laut dengan acara yang semarak nan sakral. Prosesi laut melawan arus ini berakhir di Pante Kuce, depan istana Raja dan selanjutnya diarak untuk ditakhtakan pada armada Tuan Meninu di Pohon Sirih. Arca Tuan Ma pun diarak dari kapela-Nya menuju Gereja Kathedral. Pada sore hari pukul 15.00, patung Tuan Missericordia juga diarak dari kapela Missericordia Pante Besar menuju armidanya di Pohon Sirih.

Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi kota Larantuka menyinggahi 8 buah perhentian (armada) yakni : (1) Armida Missericordia, (2) Armida Tuan Meninu (armada kota), (3) Armida St. Philipus, (4) Armida Tuan Trewa, (5) Armida Pantekebi, (6) Armida St. Antonius, (7) Armida Kuce Armida, dan (8) Armida Desa Lohayong.

Urutan armada ini menggambarkan seluruh kehidupan Yesus Kristus mulai dari ke AllahNya (Missericordia), kehidupan manusiaNya dari masa Bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaanNya sambil menghirup dengan tabah dan sabar seluruh isi piala penderitaan sekaligus piala keselamatan umat manusia.

Sabtu Santo
Pada pagi hari umat mengarak kembali Tuan Ma dan Tuan Ana dari Gereja Kathedral untuk disemayamkan di kapelanya masing-masing. Pun juga patung Tuan Missericordia dan Tuan Meninu diarak dari armidanya kembali ke kapelanya.

Minggu Paskah
Pada hari Minggu Paskah terjadi upacara Ekaristi Paskah di Gereja, sedangkan sorenya umat bersama irmau dan pesadu Confreria menghantar patung Maria Alleluya dari kapela Pantekebis ke Gereja Kathedral untuk disemayamkan selama upacara ekaristi.

Selesai perayaan ekaristi, patung Maria Alleluya diarak kembali ke kapela Pantekebis; setelah pentakhtaan patung Maria Alleluyah, dilakukan acara "sera punto dama" dari para mardomu pintu Tuan Ma dan Tuan Ana yang lama kepada yang baru. Acara "sera punto dama" juga dilakukan di Kapela Missericordia Pante Besar setelah mengaji Alleluyah selesai.

Dengan demikian, berakhirlah prosesi suci yang panjang; Semana Santa dengan Sesta vera sebagai mahkotanya. Sebagai budaya sakral warisan Portugis, ritus suci digelar juga di Konga dan Wureh.

Peranan Suku-Suku Semana
Menelusuri penyelenggaraan kegiatan Semana Santa di Larantuka, yang diawali dengan masuknya agama Katolik oleh para misionaris Dominikan pada abad XV, sudah pasti unik dan menarik. Banyak pihak yang berkompeten terlibat langsung dalam penyelenggaraan kegiatan Semana Santa yang adalah warisan Portugis.

Secara de facto, peran dan pengaruh Raja Larantuka dan keturunannya sangat besar dan dominant dalam setiap penyelenggaraan Semana Santa yang digelar setiap tahun pada masa Paskah. Bahwa, sejak Raja Larantuka ke-10 yakni Raja Ola Oda Bala DVG dipermandikan secara Katolik, beliau telah memerintahkan agar semua suku (Pou) yang berada dalam lingkaran kekuasaannya harus memberi perhatian yang serius dalam membantu gereja, baik dalam usaha perluasan agama maupun peningkatan iman umat.

Kontribusi yang paling nyata yang dilakukan Raja dan Pou-pou dalam upaya mempertahankan warisan Portugis yakni menggelar kegiatan Semana Santa. Pada setiap pagelaran kegiatan Semana Santa yang dilakukan secara mentradisi, Raja dan keturunannya bersama suku-suku Semana mengkoordinir seluruh rangkaian kegiatan Semana Santa, yang diwarnai dengan kegiatan doa dan mengaji pada kapela (Tori)

Hingga saat ini, tradisi tersebut terus dilaksanakan. Bahkan pelaksanaannya tidak saja dihadiri oleh masyarakat atau umat setempat. Masyarakat domestik dari berbagai daerah pun turut hadir dalam perayaan Semana Santa dan Sesta Vera tersebut. Tidak ketinggalan para tourist asing pun datang dari berbagai negara untuk mengikuti ritual dimaksud yang dianggap sebagai wisata rohani yang unik namun sakral dan penuh keheninga dan sukacita.